Serangan udara yang menewaskan lebih dari 44 migran di pusat tahanan di luar ibu kota Libia dapat disebut sebagai kejahatan perang, kata pejabat PBB.
Setidaknya 130 orang terluka akibat serangan yang oleh pemerintah Libia diklaim sebagai serangan udara dari pasukan loyalis panglima perang Jenderal Khalifa Haftar.
Pasukan Jenderal Haftar justru menuduh pemerintah menyerang pusat tahanan tersebut.
Kebanyakan korban tewas diyakini merupakan warga Afrika sub-Sahara yang mencoba menuju Eropa melalui Libia.
Ribuan orang migran ditahan di pusat tahanan milik pemerintah Libia. Lokasi pusat tahanan yang diserang hari Selasa lalu itu, serta informasi bahwa tempat itu menampung banyak warga sipil, beredar ke berbagai pihak yang terlibat dalam konflik Libia, menurut Komisioner Tinggi HAM PBB, Michelle Bachelet.
"Serangan ini bisa jadi - tergantung situasi yang sebenarnya terjadi - termasuk bentuk kejahatan perang," ujarnya. Ini adalah kali kedua sebuah pengungsian diserang, tambahnya.
Sekretaris Jenderal PBB António Guterres mengatakan bahwa ia merasa "murka" dengan laporan yang masuk dan langsung meminta dilakukan penyelidikan independen "untuk memastikan para pelaku diadili".
Pada Rabu (03/07) malam, Dewan Keamanan PBB menggelar pertemuan tertutup, namun tak mencapai kata sepakat untuk mengutuk serangan udara tersebut, setelah perwakilan AS mengatakan bahwa mereka membutuhkan persetujuan pemerintahan Trump sebelum menandatangani kesepakatan pernyataan itu, menurut laporan kantor berita AFP.
Tidak jelas mengapa persetujuan dari pemerintah AS tak kunjung didapat. Yang jelas, pertemuan Dewan Keamanan itu berakhir tanpa pernyataan apapun.
Libia dikoyak aksi kekerasan dan perpecahan semenjak mantan pemimpin mereka yang memerintah untuk waktu yang lama, Muammar Gaddafi, digulingkan dan dibunuh pada tahun 2011.
No comments:
Post a Comment