TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Saat bergulirnya gugatan kubu Prabowo Subianto di Mahkamah Konstitusi (MK), sempat pula adanya gugatan terkait posisi Cawapres Ma'ruf Amin yang menjabat sebagai Dewan Pengawas Syariah (DPS) di dua bank syariah, yakni BNI Syariah dan Mandiri Syariah.
Terkait hal ini, pengamat hukum dan sosial, Kan Hiung mencoba membedahnya.
Dipaparkannya, sesuai Pasal 1 angka 3 Undang-Undang (UU) Nomor 13/2003 tentang Ketenagakerjaan menyatakan "pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain.
Sedangkan arti kata karyawan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah: orang yang bekerja pada suatu lembaga (kantor, perusahaan, dan sebagainya) dengan mendapat gaji (upah); pegawai; pekerja;.
Anak perusahaan BUMN sendiri termasuk BUMN berdasarkan putusan MA Nomor 21/2017, Putusan MK Nomor 48/2018, UU BUMN Nomor 3/2013 dan UU Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
"Oleh sebab itu, menurut pengamatan saya secara perspektif hukum, kedudukan seseorang sebagai dewan pengawas di Bank BNI Syariah dan Bank Mandiri Syariah jelas termasuk karyawan bank BNI Syariah dan Mandiri Syariah," ujar Kan kepada wartawan di Jakarta, Senin (1/7/2019).
Akan tetapi, Kan menilai ada kelemahan hukum di dalam ketentuan Pasal 227 huruf P karena terdapat kekosongan hukum bagian sanksi hukum terhadap pelanggar.
"Kesimpulannya, ada aturan hukum dalam ketentuan Pasal 227 huruf P, namun tidak ada ketentuan sanksi hukum terhadap subjektif hukum yang melanggar pasal tersebut," ujarnya.
Ia pun melihat satu hal lagi, yakni modal dari Bank BNI Syariah dan Bank Mandiri Syariah juga bukan bersumber langsung dari negara, melainkan modal dari pihak ketiga.
Sehingga menurut asas hukum "tidak ada suatu perbuatan yang dapat dihukum, sebelum didahului oleh suatu peraturan". (NULLUM DELICTUM NOELLA POENA SINE PRAEVIA LEGE POENALI).
"Dengan demikian berdasarkan ketentuan asas hukum "apabila hakim ragu mengenai kesalahan terdakwa, hakim harus menjatuhkan putusan yang menguntungkan bagi terdakwa". (IN DUBIO PROREO)," ujarnya.
Lanjut Kan, sesuai ketentuan Pasal 182 ayat 6 huruf b Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dapat dijelaskan "Apabila hakim mengalami keraguan dalam menjatuhkan sanksi terhadap terdakwa, maka hakim menjatuhkan sanksi yang paling menguntungkan bagi terdakwa"
http://www.tribunnews.com/nasional/2019/07/02/jabatan-dewan-pengawas-syariah-karyawan-atau-bukan
No comments:
Post a Comment