Presiden Komite Olimpiade Internasional, Thomas Bach, mengatakan eSports 'terlalu mengandung unsur kekerasan' untuk bisa menjadi bagian Olimpiade.
Bach mengatakan "game membunuh" yang mempromosikan kekerasan atau diskriminasi tidak dapat diterima dalam Olimpiade.
"Jika ada eGames tentang membunuh seseorang, ini tidak dapat sejalan dengan nilai-nilai Olimpiade kami," katanya saat hadir di Asian Games.
Untuk pertama kalinya, eSports dimasukkan sebagai acara eksibisi di Asian Games 2018.
Selama penyelenggaraan pesta olahraga terakbar di Asia itu, pihak panitia menyatakan simpati kepada korban penembakan dalam turnamen video game di Florida.
Dua pemain game video profesional ditembak oleh pemain saingan. Kedua korban adalah pemain terkenal dalam kancah game Americal football Madden NFL.
Esports tidak lagi dianggap segmen khusus mengingat penonton global sekitar 320 juta orang. Bahkan pada 2020, eSports diperkirakan akan menghasilkan Rp19,2 triliun) dalam pendapatan global.
Akan tetapi, perdebatan tentang apakah eSports bisa dianggap sebagai olahraga terus berlangsung.
Pada Juli lalu, IOC mengadakan forum eSports untuk membahas apakah game video dapat dipertandingkan di Olimpiade.
Tapi untuk Bach, yang memenangkan medali emas Olimpiade di cabang olahraga anggar, eSports harus mengurangi kekerasan sebelum bisa dimasukkan.
"Tentu saja setiap olahraga tempur punya asal-usul dalam pertarungan nyata di masyarakat. Tapi olahraga adalah ekspresi yang beradab tentang ini," katanya.
Zhang Dazhong mempromosikan eSports tetapi setuju bahwa kekerasan dalam video game adalah rintangan dalam mencapai Olimpiade.
"Itu harus sesuai dengan semangat dan nilai Olimpiade. Isinya tidak boleh kekerasan," katanya selama Asian Games.
"Darah dalam video game adalah masalahnya. Garis yang menunjukkan kekerasan bisa kabur tetapi ketika ada darah hal itu mudah didefinisikan."
http://www.tribunnews.com/internasional/2018/09/06/esports-terlalu-penuh-kekerasan-untuk-bisa-dipertandingkan-di-olimpiade
No comments:
Post a Comment